kunci pertama itu adalah “ikhlas”
Kata orang,
“Ikhlas itu susah”
“Ikhlas itu mudah”
“apakah dua-duanya benar?”
“Tetapi Allah mustahil menyusahkan hamba-Nya.”
Lakukan saja walau pun belum bisa ikhlas
Apakah harus nunggu ikhlas supaya kita melaksanakan shalat?…
Apakah harus nunggu ikhlas supaya kita melaksanakan zakat?…
Apakah harus nunggu ikhlas supaya kita melaksanakan puasa?…
Apakah harus nunggu ikhlas supaya kita melaksanakan haji?…
lakukan saja karena Allah tanpa menunggu!
Pertanyaanya, “Kerena siapa kita melakukan hal itu?”
Maukah hal itu sia-sia karena tidak ikhlas?…
Ya sudah lakukan saja karena Allah.
Semoga Allah menilai ikhlas segala amal perbuatan kita. Aamiin.
Jangan berhenti beramal karena beralasan belum bisa ikhlas.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Sesungguhnya
Allah tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan
dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah (Ridha) Allah. [HR
Nasa’i].
Ikhlas adalah pertolongan dari Allah Subhanahu Wata’ala
maka sepantasnya kita memohon kepada Allah agar senantiasa dimurnikan
segala niat dalam beribadah hanya karena Allah Subhanahu Wata’ala tanpa
dicampuri oleh menyekutukan dengan unsur-unsur lain yang merusak
keikhlasan.
“اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً نَعْلَمُهُ وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ”
“Ya,
Allah. Sesungguhya kami berlindung kepada-Mu agar tidak menyekutukan-Mu
dengan sesuatu yang kami ketahui. Dan kami memohon ampun kepada-Mu dari
sesuatu yang kami tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad dan imam hadits
lainnya).
Mengkhawatirkan hilangnya keikhlasan bukanlah dengan
cara meninggalkan amal, tetapi dengan berjuang semaksimal mungkin
MENYENGAJA untuk senantiasa memperbaiki niat karena mengharap Ridha
Allah Subhanahu Wata’ala.
Kalau kita bersungguh-sungguh
mengerjakan amal shalih, mempelajari dan terus memperbaiki seluruh niat,
Semoga Allah Ta’ala mengampuni yang telah terlalaikan dalam niat.
Mengkhawatirkan
niat memudahkan-mudahkan bisa ikhlas dan memandangnya sebagai perkara
yang tidak sederhana. Sesungguhnya kelak kita dikumpulkan sesuai niat.
Ingatlah ketika Rasulullah saw. bersabda:
“يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتهِمْ ”
“Sesungguhnya manusia dikumpulkan (di Padang Mahsyar) berdasarkan niat-niat mereka.” (HR. Ibnu Majah).
Ibnul
Mubarak mengingatkan, “Betapa banyak amal yang kecil menjadi bernilai
besar karena niat dan betapa banyak amalan besar yang menjadi bernilai
kecil karena niat.”
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas merupakan intisari dari iman sehingga seseorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas.
Firman
Allah, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).
Juga
dalam ayat lain Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.”
Tatkala Jibril
bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah kepada
Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Allah melihatmu.”
Fudhail bin Iyadh memahami kata
ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi,
“Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling
ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar).
Imam Syafi’i pernah
memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau
berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh
manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka
ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
Ibnul
Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti
musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi
tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Jika ilmu
bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta
ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin
Allah mencela orang-orang munafik.”
Makna Ikhlas
“Ikhlas
artinya kita berbuat dan melakukan apapun hanya dengan niat untuk meraih
ridha Allah Azza wa Jalla, bukan untuk apapun dan bukan untuk
siapapun.”
IKHLAS ADALAH KUNCI NOMOR 1 DALAM SELURUH IBADAH DAN MUAMALAH YANG KITA LAKUKAN.
MAKA PRAKTIK IKHLAS ADALAH KUNCI KEMUDAHAN MENGHAFAL AL-QUR’AN NOMOR SATU.
Jika
kita ikhlas dalam menghafalkan Al-Qur’an maka ketika bertemu kesulitan
apa pun akan tetap dijalani dengan senang hati penuh rasa syukur atas
segala apa pun yang terjadi dalam proses menghafalkan Al-Qur’an.
Ketenangan
batin biasanya akan hadir dalam pikiran, perasaan, perkataan dan
perbuatan selama proses menghafal Al-Qur’an. Hati akan disibukkan oleh
menghafal Al-Qur’an sehingga tidak sempat mengkritisi penyelenggaraan
karantina tahfizh sebab percaya sepenuhnya bahwa Allah yang mengatur
segalanya, apa pun yang terjadi.
Al-Qur’an itu sudah dijamin
kemudahannya maka pada saat ikhlas menjalani proses menghafalkan
Al-Qur’an dengan segala kemudahan yang Allah bukakan. Juga sisi ruhiyah
keimanan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya bacaan dan
hafalan yang berhasil disetorkan.
Banyak peserta karantina tahfizh
yang kesulitan menghafalkan Al-Qur’an sejak awal-awal menghafal
Al-Qur’an. Namun setelah berhasil melepaskan seluruh niat-niat selain
karena Allah lalu kemudian Allah mudahkan bahkan diluar kesadaranya.
Jika
sebelum ikhlas menghafal 1 halaman saja membutuhkan waktu antara 5
sampai 7 jam dan itu pun tidak lancar. Maka seiring keikhlasan meningkat
banyak diantara peserta mampu menghafalkan 1 jam per halaman, 50
menit/halaman, 45 menit/halaman, 40 menit/halaman, 30 menit/halaman, 20
menit/halaman bahkan sampai 7 menit per halaman.
Tentu saja
mengejar kecepatan dengan tergesa-gesa akan merusak keikhlasan sehingga
bertambah lama dalam proses menghafalkan Al-Qur’an. Sebaliknya dengan
menikmati tadabbur isi kandungan Al-Qur’an dan meyakini dengan sepenuh
hati bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah maka dia akan diberikan kemampuan
oleh Allah yaitu kecerdasan dan kecepatan menghafal Al-Qur’an.
Pada
saat berhasil mengikhlaskan niat karena Allah maka inilah yang bisa
kami analisa dari pengalaman 17 angkatan mendampingi 2400 orang peserta
penghafal Al-Qur’an.
Berikut ini hal-hal yang dimodel dari
orang-orang yang Allah bukakan kemudahan setelah berusaha memurnikan
niat hanya karena mengharap Ridha Allah Subhanahu Wata’ala.
- Orang ikhlas niat tujuannya hanya karena Allah sehingga Allah mudahkan prosesnya dan mereka tidak pernah berkeluh kesah juga tidak pernah mengeluh merasa terbebani dalam mencari Ridha Allah
- Hafalan Al-Qur’an bukan untuk pujian, jabatan dan hadiah duniawi sehingga tidak ada kejar target yang membebani namun dengan sendirinya target tercapai dengan ikhtiar yang menyenangkan
- Tidak merasa malu dengan pencapaian hari ini berapa pun jumlahnya terus semangat menghafal Al-Qur’an karena meyakini bahwa Allah menilai dari prosesnya dan hasilnya pasrahkan pada keputusan Allah
- Tidak merasa sombong dengan pencapaian hari ini sekalipun mampu mencapai lebih dari satu juz per hari karena semua itu atas kehendak dari Allah Subhanahu Wata’ala sebaliknya mereka diliputi rasa syukur atas karunia-Nya
- Hati terasa tenang dan kulit terasa begitu bergetar (sejenis merinding) ketika membaca dan menghafalkan Al-Qur’an
- Mudah menangis karena dimudahkan tadabbur Al-Qur’an sekalipun belum terlalu mengerti betul mengenai isi kandungan Al-Qur’an
- Merasa diberikan kemampuan kecerdasan oleh Allah yang tidak pernah dimiliki sebelumnya
- Merasa diawasi oleh Allah sehingga ketika menghafal sendiri dirinya dan hatinya merasa diperhatikan oleh Allah
- Proses sebulan menghafalkan Al-Qur’an terasa begitu cepat dan terjadi distorsi waktu karena begitu nikmatnya bersama Al-Qur’an
- Pasca karantina tahfizh akan senantiasa menjaga niat, sikap dan akhlak juga selalu menjaga hafalan Al-Qur’an dengan rajin muraja’ah rutin setiap hari
Demikianlah kunci kemudahan itu dimodel dari mereka
yang berhasil mengkhatamkan setoran hafalan Al-Qur’an 30 Juz di Yayasan
Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional.
Harapan kita semoga sejak
awal peserta sebelum masuk karantina tahfizh antara KEMAMPUAN TAHSIN dan
MEMURNIKAN NIAT menghafalkan Al-Qur’an SUDAH BAGUS sehingga memudahkan
proses menghafalkan Al-Qur’an.
Mungkin Anda telah berfikir untuk mendaftarkan diri Anda di www.hafalquransebulan.com atau hanya untuk mencari info lebih lanjut sebelum memutuskan untuk daftar. Silakan!… Bismillahirrahmanirrahim!
Semoga
Allah karuniakan keikhlasan pada kami, guru-guru kami dan orang-orang
yang senantiasa mengharap Ridha Allah Subhanahu Wata’ala. Aamiin.
Yadi Iryadi
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an
Master Coach Hypnotahfizh
Praktisi Neuro-linguistic Programming
Dewan Pembina Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
www.hafalquransebulan.com
Post a Comment
Comen