Bamadihin:
Seni Bertutur Orang Banjar, Kalimantan Selatan
Bamadihin[1] adalah salah
satu seni bertutur orang Banjar melalui syair atau pantun yang dilantunkan oleh
satu sampai empat orang sambil diiringi alat musik rebana atau terbang. Saat
ini beberapa kelompok Bamadihin masih bertahan di perdesaan Banjar, meski tidak
sebanyak dahulu.
1. Asal-usul
Suku Banjar di Kalimantan Selatan adalah salah satu
suku Melayu terbesar di Indonesia. Suku ini memiliki kebudayaan yang khas,
yaitu kesenian bamadihin atau bamadihinan. Kesenian ini merupakan salah satu
identitas budaya orang Banjar yang unik dan penting. Hingga saat ini, bamadihin
masih dipentaskan di perdesaan-perdesaan Banjar dalam peristiwa-peristiwa
tertentu, misalnya pesta perkawinan.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Banjar masih peduli terhadap warisan leluhur mereka.
Secara umum, bamadihin berarti seni bertutur
menggunakan syair-syair dan pantun nasehat (madihin) tentang kehidupan, yang
dilantunkan oleh satu hingga empat orang (pamadihin). Pantun dan syair tersebut
dilantunkan dalam bahasa Banjar sambil diringi alat musik tabuh rebana atau terbang
(Syamsiar Seman, 2002; Suriansyah Ideham dkk, 2005).
Syair atau pantun bamadihin dilantunkan dengan cara
saling berbalas (beradu) dan bermuatan humor. Dari nasehat yang dikemas dalam
humor inilah, penonton merasa terhibur dan senang menonton pentas bamadihin.
Jika dilihat dari isi dan bentuknya, maka menurut genre kesenian Melayu, madihin
termasuk ke dalam kesusastraan atau seni lakon atau teater (Anwar Din, 2007).
Sementara itu, menurut Tajuddin Noor Ganie (2006), bamadihin
adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan
dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk pertunjukannya sesuai dengan
konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalimantan
Selatan.
Masih menurut Ganie (2006), bamadihin merupakan
pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait, di mana setiap barisnya dibentuk
oleh minimal 4 (empat) kata. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 (empat)
baris. Pola formulasi persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal
a/a/a/a, a/a/b/b, atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi
(tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan
semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
Tentang asal-usul kesenian Madihin terdapat beberapa
pandangan yang berbeda, antara lain:
Bamadihin merupakan kesenian asli Indonesia. Hal ini
berdasarkan pada kata “madah”, yakni sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia.
Bamadihin merupakan kesenian Islam yang masuk ke
Kalimantan Selatan dan berkembang di Kesultanan
Banjar. Hal ini didasarkan pada syair dan puisi yang pada awalnya ditulis
dengan Huruf Arab, namun lambat laun diubah menjadi Bahasa Banjar.
Bamadihin berasal dari Banjar asli, yaitu dari kata papadahan
atau mamadahi yang berarti memberi nasehat. Hal ini didasarkan pada isi dari
syair dan puisi yang penuh dengan nasehat. Di Kalimantan Selatan, bamadihin
berkembang dari Kampung Tawia, Angkinang, Hulu Sungai Selatan kemudian tersebar
ke seluruh Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur. Pada zaman dahulu, bamadihin
berfungsi untuk menghibur raja atau pejabat istana. Namun, seiring runtuhnya
kerajaan di Kalimantan Selatan, bamadihin berubah menjadi hiburan rakyat yang
digelar usai panen, memeriahkan persandingan pengantin, dan memeriahkan hari
besar agama dan nasional.
Bamadihin berasal dari Malaka sebab bamadihin
dipengaruhi oleh syair dan gendang tradisional dari Semenanjung Malaka yang
sering dipakai untuk mengiringi irama tradisional Melayu asli (Seman, 2002;
Ideham, 2005; http://esais.blogspot.com).
Jika melihat perbedaan-perbedaan pandangan di atas,
hal ini menunjukkan bahwa kesenian bamadihin begitu kaya akan nilai sejarah,
budaya, sosial, dan sastra. Realitas ini juga membuktikan bahwa bamadihin
penting untuk terus dilestarikan dengan menggelarnya secara rutin dan
mengembangkannya agar menjadi pertunjukan yang menarik.
2. Pemain (Pamadihin) dan Busana
Bamadihin dilantunkan oleh 1 (satu) hingga 3 (empat)
orang secara berpasangan yang disebut dengan pamadihin. Profesi pamadihin
umumnya dijabat seorang laki-laki. Keahlian tersebut diperoleh melalui
keturunan, bukan melalui proses belajar, sehingga ada yang mempercayainya
sebagai sebuah keberuntungan.
Pada zaman dahulu, tokoh pamadihin dikenal sebagai
orang yang memiliki kekuatan supranatural yang disebut dengan pulung. Pulung
ini dianugerahkan oleh makhluk gaib yang disebut dengan Datuk Madihin. Pulung
dapat hilang dari pemiliknya, karena itu harus terus diperbaharui setahun
sekali setiap bulan Rabiul Awal atau Dzulhijjah melalui ritual adat Aruh
Madihin. Beberapa masyarakat Banjar memiliki anggapan bahwa dikarenakan
sulitnya mendapat pulung ini, menyebabkan kesenian bamadihin sedikit peminat
dan nyaris punah.
Terlepas dari syarat spiritual di atas, secara
profesional seseorang dapat menjadi pamadihin jika memiliki enam syarat berikut
ini:
Terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan
tuntutan struktur bentuk fisik madihin yang sudah dibakukan.
Terampil dalam hal mengolah tema madihin yang
dituturkannya.
Terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan madihin
secara hafalan (tanpa teks) di depan penonton.
Terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan madihin.
Terampil dalam hal menabuh gendang madihin, dan
Terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan.
Pada saat pentas, pamadihin biasanya akan memakai
baju tradisional Banjar, yaitu taluk balanga dan memakai kopiah serta sarung.
Meskipun demikian, akibat perkembangan zaman, saat ini pamadihin dapat
mengenakan pakaian apa saja asalkan sesuai dengan norma kesopanan yang berlaku
di masyarakat Banjar serta konteks acaranya.
3. Peralatan dan Musik Pengiring
Pementasan bamadihin tidak membutuhkan banyak
peralatan. Peralatan yang dibutuhkan hanya berupa panggung dari papan kayu, dua
sampai empat kursi sebagai tempat duduk Pamadihin, dan pengeras suara.
Terkadang jika pengeras suara tidak tersedia, Pamadihin biasanya meminta
penonton untuk duduk dekat dengan panggung.
Adapun dalam pementasannya, bamadihin hanya diiringi
oleh alat musik tabuh rebana atau terbang. Alat musik ini diletakkan di atas
pangkuan pamadihin dan dibunyikan dengan cara ditabuh seperti halnya gendang. Rebana
atau terbang dibuat dari batang pohon jinggah atau nangka yang dilubangi dengan
diameter lebih kurang 30 cm. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan kulit
kambing dan diikat dengan rotan. Rebana atau terbang akan dipukul dengan
nada yang monoton, kecuali saat awal dan akhir bamadihin di mana nadanya agak
mengentak.
4. Waktu dan Tempat Pementasan
Bamadihin umumnya dipentaskan pada malam hari dan
membutuhkan waktu lebih kurang dua hingga tiga jam. Bamadihin biasa digelar
dalam beberapa peristiwa, antara lain memperingati hari-hari besar kenegaraan,
kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung,
menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat,
pesta panen, amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul
atau nazar).
Adapun tempat pergelaran bamadihin tergantung pada
siapa yang mengundang. Akan tetapi bamadihin biasanya digelar di halaman rumah,
gedung pertunjukan, atau lapangan desa. Di tempat-tempat ini biasanya panitia
membuat panggung atau sekedar menggelar tikar dan meletakkan dua kursi dan
mikrofon.
5. Proses Pementasan
Proses pementasan bamadihin terdiri dari 4 (empat)
tahap, yaitu pembukaan, pembacaan syair atau pantun penghormatan kepada
penonton (batabi), pembacaan syair atau pantun yang sesuai dengan tema
pementasan (Mamacah bunga), dan penutup.
a. Pembukaan
Pembukaan dimulai dengan melantunkan sampiran berupa
sebuah syair atau pantun yang diawali dengan tabuhan rebana atau terbang yang
disebut tabuhan pembuka. Pembukaan ini sekaligus merupakan informasi tema yang
akan dibawakan. Contoh syair atau pantun yang dilantunkan adalah sebagai
berikut:
Aaaaaawaaaan…
(sapaan hangat sekaligus kata pembuka)
(sapaan hangat sekaligus kata pembuka)
Ulun bamula bahandak bamadihinian
(saya mengawali mau ber-madihin)
(saya mengawali mau ber-madihin)
Madihin taradisional Banjar nang tamasuk kasanian
(Madihin tradisi Banjar yang termasuk kesenian)
(Madihin tradisi Banjar yang termasuk kesenian)
Bagandang lawan tarbang nang halus, lumbahnya
saganal tangah dua kilan
(Berdendang dengan terbang yang kecil, ukuran diameternya 2 kilan)
(Berdendang dengan terbang yang kecil, ukuran diameternya 2 kilan)
Diulah matan kulit kambing nang dikaringakan
(Diolah dari kulit kambing yang dikeringkan)
(Diolah dari kulit kambing yang dikeringkan)
Bingkainya matan batang nangka nang ditarah, diulah
bundaran
(kerangkanya dari kayu nangka yang dibelah dan dibuat bulatan)
(kerangkanya dari kayu nangka yang dibelah dan dibuat bulatan)
Imbah nitu dililit lawan paikat babalah nang
dihalusakan
(setelah itu diikat memutar dengan rotan yang dibelah dan dihaluskan)
(setelah itu diikat memutar dengan rotan yang dibelah dan dihaluskan)
Dicatuk, digandangakan lawan jari sambil basasairan
(dipukul, ditepuk dengan jari sekalian bersyair)
(dipukul, ditepuk dengan jari sekalian bersyair)
b. Batabi (penghormatan)
Batabi adalah melantunkan syair atau pantun yang
berisi penghormatan kepada penonton, pengantar, ucapan terima kasih, dan
permohonan maaf jika terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam pergelaran.
Contohnya adalah sebagai berikut:
Maaf ampun hadirin barataan
(maaf ampun hadirin semuanya)
(maaf ampun hadirin semuanya)
Baik nang di kiri atawa di kanan
(baik yang di kiri maupun di kanan)
(baik yang di kiri maupun di kanan)
Baik di balakang atawa di hadapan
(baik di belakang maupun di depan)
(baik di belakang maupun di depan)
Baik laki–laki atawa parampuan
(baik laki-laki maupun perempuan)
(baik laki-laki maupun perempuan)
Baik urang tuha atawa kakanakan
(baik orang tua maupun anak-anak)
(baik orang tua maupun anak-anak)
Baik nang badiri atawa nang dudukab
(baik yang berdiri maupun yang duduk)
(baik yang berdiri maupun yang duduk)
Ulun madihin sahibar bacucubaan
(saya pemain madihin sekedar mencoba)
(saya pemain madihin sekedar mencoba)
Tarima kasih ulun sampaikan
(terima kasih saya sampaikan)
(terima kasih saya sampaikan)
Kapada panitia mambari kasampatan
(kepada panitia yang memberi kesempatan)
(kepada panitia yang memberi kesempatan)
Kalu tasalah harap dimaafakan
(jika ada salah mohon dimaafkan)
(jika ada salah mohon dimaafkan)
Tapi kalu rami baampik barataan
(tapi jika ramai bertepuk tanganlah semuanya)
(tapi jika ramai bertepuk tanganlah semuanya)
c. Mamacah Bunga (isi)
Mamacah Bunga adalah melantunkan syair atau pantun
sesuai dengan isi tema yang dibawakan. Contohnya adalah sebagai berikut:
Baampik …. Barataan
(bertepuk tangan….semuanya)
(bertepuk tangan….semuanya)
Babulik kaawal papantunan
(kembali ke awal pantun-pantunan)
(kembali ke awal pantun-pantunan)
Handak dipacaya makna sasampiran
(mau dipercaya kata yang diucapkan)
(mau dipercaya kata yang diucapkan)
Supaya panuntun nyaman mandangarakan
(agar penonton enak mendengarnya)
(agar penonton enak mendengarnya)
Riang riut[i] punduk di hutan
(riang riut punduk[ii] di
hutan)
Kaguguran kanapa buah timbatu
(mengapa dijatuhi buah timbatu[iii])
(mengapa dijatuhi buah timbatu[iii])
Irang irut muntung kuitan
(irang irut[iv] mulut orang tua)
(irang irut[iv] mulut orang tua)
Mamadahi kaina anak minantu
(mengingatkan nantinya sang menantu)
(mengingatkan nantinya sang menantu)
Minantu mayah ini lain banar bahari
(menantu sekarang ini beda sekali dengan tempo dulu)
(menantu sekarang ini beda sekali dengan tempo dulu)
Guring malandau lacit katangah hari
(bangun tidur sampai siang hari)
(bangun tidur sampai siang hari)
Kada bamasak sabigi nasi
(tidak memasak walau sebiji beras/nasi)
(tidak memasak walau sebiji beras/nasi)
Dipadahi mintuha kada maasi
(diingatkan mertua tidak menurut)
(diingatkan mertua tidak menurut)
Kalu malam tulak pamainan
(jika malam pergi berjudi)
(jika malam pergi berjudi)
Padahal pamainan dilarang tuhan
(padahal berjudi dilarang Tuhan)
(padahal berjudi dilarang Tuhan)
Urang macamitu bungul babanaran
(Orang begitu tidak pintar sekali)
(Orang begitu tidak pintar sekali)
Bisa–bisa mati karabahan jambatan
(jangan-jangan mati/meninggal karena ditimpa jembatan)
(jangan-jangan mati/meninggal karena ditimpa jembatan)
d. Penutup
Pementasan bamadihin ditutup dengan melantunkan
syair dan pantun kesimpulan dari tema yang disampaikan sambil memberi penghormatan
kepada penonton dan memohon pamit. Contohnya adalah sebagai berikut:
Tarima kasih ulun sampaikan
(terima kasih saya sampaikan)
(terima kasih saya sampaikan)
Kadapa hadirin sabarataan
(kepada hadirin semuanya)
(kepada hadirin semuanya)
Mudahan sampian kalu ingat kaganangan
(semoga kalian jika ingat dan kangen)
(semoga kalian jika ingat dan kangen)
Kapada diri ulun pamadihinan
(kepada saya pemain madihin)
(kepada saya pemain madihin)
Ulun madihin sahibar mamadahakan
(saya ber-madihin sekedar menyampaikan)
(saya ber-madihin sekedar menyampaikan)
Handak manurut tasarah pian barataan
(mau mengikuti itu hak kalian semuanya)
(mau mengikuti itu hak kalian semuanya)
Sampai di sini dahulu sakian
(sampai di sini aja dulu sekian)
(sampai di sini aja dulu sekian)
Mohon pamit ulun handak batahan
(mohon permisi saya mau berhenti)
(mohon permisi saya mau berhenti)
Rama–rama batali banang
(rama-rama[v] diikat benang)
(rama-rama[v] diikat benang)
Kutalikan ka puhun kupang
(diikatkan ke pohon kupang[vi])
(diikatkan ke pohon kupang[vi])
Sama–sama kita mangganang
(sama-sama kita kangen-kangenan)
(sama-sama kita kangen-kangenan)
Mudahan kita batamuan pulang
(semoga kita bertemu kembali)
(semoga kita bertemu kembali)
Ilahi ….
(Ya Tuhan,...)
(Ya Tuhan,...)
Sadang bataha, sadang barhanti …
(cukup sudah cukup mau berhenti)
6. Nilai-nilai
Kesenian bamadihin mengandung nilai-nilai tertentu
bagi kehidupan orang Banjar, antara lain:
Pendidikan. Nilai ini tampak jelas dari nasehat yang
terkandung dalam syair dan pantun yang dilantunkan. Nasehat itu biasanya adalah
berupa cara bagaimana berbakti kepada orangtua, taat kepada aturan agama, hidup
bersih, hidup bermasyarakat yang baik, dan sebagainya. Dalam konteks ini, bamadihin
mengandung nilai pendidikan agama, sosial, dan budi pekerti.
Kebersamaan. Nilai ini tampak dari interaksi sosial
para penonton yang menyaksikan pergelaran bamadihin. Para penonton dapat
tertawa bersama dan menikmati pagelaran bersama. Dalam kondisi ini, rasa
kebersamaan sebagai masyarakat Banjar menjadi semakin erat, karena mereka
direkatkan oleh kebudayaan rakyat. Apalagi jika tema yang disampaikan dalam bamadihin
berupa kerukunan hidup bermasyarakat, tentu hal ini akan menambah rasa
kebersamaan penonton.
Pelestarian Budaya. Mementaskan bamadihin merupakan
bentuk nyata untuk melestarikan kebudayaan tradisional. Dengan pementasan
ini, pada masyarakat akan tumbuh rasa memiliki terhadap kesenian bamadihin.
Saat ini, kiranya bamadihin memerlukan perhatian dari semua pihak karena hampir
punah. Nilai pelestarian budaya juga tampak dari busana yang dipakai oleh Pamadihin
dan bahasa Banjar yang digunakan. Dengan menggelar bamadihin maka pakaian adat
Banjar dan bahasa Banjar akan selalu terpelihara dengan baik. Hal ini sangat
penting untuk menjaga generasi muda agar mereka tidak malu menggunakan bahasa
ibu.
Pelestarian Sastra Lokal. Nilai ini tampak dari
syair dan pantun yang dilantunkan. Syair dan pantun dalam bamadihin menggunakan
bahasa Banjar dan tema-tema lokal. Dalam konteks untuk melestarikan sastra
lokal dan pelakunya, maka pergelaran bamadihin perlu terus dikembangkan. Hal
ini penting untuk mengajarkan kepada generasi muda agar mereka mencintai sastra
lokal.
7. Penutup
Bamadihin adalah kesenian tradisional orang Banjar
yang sarat akan nilai-nilai pendidikan agama, sosial, dan budi pekerti. Dalam
konteks untuk membentengi generasi muda dari pengaruh negatif kebudayaan
modern, bamadihin menuntut dilestarikan serta Pamadihin perlu diberi
penghargaan. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu bergandengan
tangan untuk memelihara kesenian tradisional ini.
Post a Comment
Comen